Seorang Mukmin meyakini bahwa al-Qur’ân adalah
kalâm (perkataan; ucapan) Allah Azza wa Jalla . Huruf dan maknanya
bukanlah makhluk, serta diturunkan oleh malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam . Al-Qur’ân adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Al-Qur’ân adalah sebaik-baik
dan sebenar-benar perkataan, tidak ada kedustaan padanya, baik pada saat
diturunkan maupun sesudahnya. Barangsiapa berkata berdasarkan
al-Qur’ân, maka perkataannya benar; dan barangsiapa menghukumi
dengannya, maka hukumnya adil. Barangsiapa mengikutinya, ia akan
menuntun menuju surga, dan barangsiapa membelakanginya, ia akan
menyeretnya menuju neraka.
Oleh karena itu, seorang Muslim yang baik selalu beradab terhadap al-Qur’ân dengan adab-adab yang utama, di antaranya:
Oleh karena itu, seorang Muslim yang baik selalu beradab terhadap al-Qur’ân dengan adab-adab yang utama, di antaranya:
1. IMAN KEPADA AL-QUR’AN
Ini adalah adab dan kewajiban terbesar. Beriman kepada al-Qur’ân artinya
meyakini segala beritanya, mentaati segala perintahnya, dan
meninggalkan segala larangannya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
Ini adalah perintah Allah Azza wa Jalla kepada orang-orang yang beriman untuk meluruskan iman mereka, yaitu dengan keikhlasan dan kejujuran iman, menjauhi perkara-perkara yang merusakkan iman, dan bertaubat dari perkara-perkara yang mengurangi nilai iman. Demikian juga agar mereka meningkatkan ilmu dan amalan keimanan. Karena, setiap nash yang tertuju kepada seorang Mukmin, lalu dia memahami dan meyakininya, maka itu termasuk iman yang wajib. Demikian juga seluruh amalan yang lahir dan batin termasuk iman, sebagaimana ditunjukkan oleh nash-nash yang banyak dan disepakati oleh Salafush Shalih.
Di sini terdapat perintah untuk beriman kepada Allah Azza wa Jalla , Rasul-Nya, al-Qur’ân, dan kitab-kitab terdahulu. Beriman kepada hal-hal di atas hukumnya wajib dan seorang hamba tidak menjadi orang yang beriman kecuali dengannya, yaitu beriman secara menyeluruh dalam perkara yang perinciannya tidak sampai kepadanya, dan secara rinci dalam perkara yang perinciannya sudah sampai kepadanya. Maka barangsiapa beriman dengan keimanan ini, dia telah mengikuti petunjuk dan sukses.[1]
Sebagian orang membaca al-Qur’ân, tetapi dengan tergesa-gesa atau dengan cara yang cepat, seolah-olah sedang diburu musuh! Padahal Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan kita agar membaca al-Qur’ân dengan tartîl (perlahan-lahan). Allah Azza wa Jalla berfirman:
Selain itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendorong umatnya untuk giat membaca al-Qur’ân dan menerangkan besarnya pahalanya. Maka, siapakah yang akan menyambutnya? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Mungkin banyak di antara kita telah mengetahui pahala membaca al-Qur’ân ini. Namun, siapa di antara kita yang selalu berusaha mengamalkannya? Karena tujuan belajar, bukan hanya untuk pengetahuan saja, akan tetapi tujuannya yang tertinggi adalah untuk diamalkan.
Demikian juga dianjurkan untuk membaca al-Qur’ân dengan berjama’ah, yaitu satu orang membaca sedangkan yang lain mendengarkan, sebagaimana kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata: “Ini menunjukkan bahwa seukuran fikiran dan akal seseorang, dia akan medapatkan pelajaran dan manfaat dengan kitab (al-Qur’ân) ini”.[4]
Bahkan Allah Azza wa Jalla menantang orang-orang kafir untuk mencari-cari kesalahan al-Qur’ân, jika mereka meragukan bahwa al-Qur’ân datang dari sisi Allah Azza wa Jalla !
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa sebaik-baik orang dari umat ini adalah orang yang mempelajari al-Qur’ân dan mengajarkannya. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits di bawah ini:
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “Ini adalah sifat orang-orang Mukmin yang mengikuti para Rasul. Mereka adalah orang-orang yang sempurna pada diri mereka dan menyempurnakan orang lain. Dan itu menggabungkan kebaikan untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Ini kebalikan sifat orang-orang kafir yang banyak berbuat kezhaliman. Mereka tidak memberikan manfaat kepada orang lain dan tidak membiarkan orang lain mendapatkan manfaat. Mereka melarang manusia mengikuti al-Qur’ân dan mereka sendiri mendustakan dan menjauhinya.”[6]
Allah Azza wa Jalla telah menjanjikan kebaikan yang besar bagi orang yang mengikuti kitab-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
Sebaliknya, Allah Azza wa Jalla juga memberi ancaman berat bagi orang yang berpaling dari kitab-Nya:
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
Allah juga berfirman:
Firman Allah ”yang benar”, yaitu di dalam berita-beritanya, ” dan adil”, yaitu di dalam hukum-hukumnya. Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Tidakkah mencukupi bagi mereka sebuah ayat (tanda kebenaran) bahwa Kami telah menurunkan kepadamu (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) sebuah kitab yang agung, yang di dalamnya terdapat berita orang-orang sebelum mereka, berita orang-orang setelah mereka, dan hukum apa yang ada di antara mereka, padahal engkau adalah seorang laki-laki yang ummi (buta huruf), tidak dapat membaca dan menulis, juga tidak pernah bergaul dengan seorang pun dari ahli kitab, kemudian engkau datang kepada mereka dengan membawa berita-berita yang ada di dalam lembaran-lembaran suci zaman dahulu, dengan menjelaskan kebenaran dari apa yang mereka perselisihkan padanya, dan dengan membawa kebenaran yang nyata, gamblang, dan terang?.” [7]
Karena wahyu Allah Azza wa Jalla sudah mencukupi sebagai pedoman, maka Allah Azza wa Jalla melarang manusia mengikuti pemimpin-pemimpin yang bertentangan dengan wahyu-Nya, Dia berfirman:
Oleh karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur dengan keras kepada Umar bin al-Khaththâb Radhiyallahu anhu , ketika dia datang membawa naskah kitab Taurat dan membacanya di hadapan beliau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Inilah di antara adab-adab orang beriman terhadap kitab suci al-Qur'ân. Semoga Allah Azza wa Jalla selalu membimbing kita untuk meraih ilmu yang bermanfaat dan mampu mengamalkannya. Al-hamdulillâhi rabbil ‘âlamîn.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Ustadz Abu Isma'il Muslim al-Atsari
Sumber
_______
Footnote
[1]. Lihat Tafsir Taisîr Karîmir Rahmân, surat an-Nisâ’ ayat 136, karya Syaikh `Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di
[2]. HR. Tirmidzi no: 2910, dari `Abdullâh bin Mas’ûd. Dishahîhkan Syaikh Sâlim al-Hilâli dalam Bahjatun Nâzhirîn 2/229
[3]. HR. Muslim no: 2699; Abu Dâwud no: 3643; Tirmidzi no: 2646; Ibnu Mâjah no: 225; dan lainnya.
[4]. Tafsir Taisîr Karîmir Rahmân, surat Shâd ayat 29, karya Syaikh `Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di
[5]. HR. Bukhâri, no. 5027; Abu Dâwud, no. 1452; Tirmidzi, no. 2907; dll. Lihat 205.
[6]. Kitab Fadhâilul-Qur’ân, hlm. 206, karya Imam Ibnu Katsîr, dengan penelitian dan takrîj hadits Syaikh Abu Ishâk al-Huwaini, penerbit. Maktabah Ibnu Taimiyah, Kairo.
[7]. Tafsir Ibnu Katsîr, surat al-‘Ankabût/29:51
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي
أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ
وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا
بَعِيدًا
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta
kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
[an-Nisâ’/4:136]Ini adalah perintah Allah Azza wa Jalla kepada orang-orang yang beriman untuk meluruskan iman mereka, yaitu dengan keikhlasan dan kejujuran iman, menjauhi perkara-perkara yang merusakkan iman, dan bertaubat dari perkara-perkara yang mengurangi nilai iman. Demikian juga agar mereka meningkatkan ilmu dan amalan keimanan. Karena, setiap nash yang tertuju kepada seorang Mukmin, lalu dia memahami dan meyakininya, maka itu termasuk iman yang wajib. Demikian juga seluruh amalan yang lahir dan batin termasuk iman, sebagaimana ditunjukkan oleh nash-nash yang banyak dan disepakati oleh Salafush Shalih.
Di sini terdapat perintah untuk beriman kepada Allah Azza wa Jalla , Rasul-Nya, al-Qur’ân, dan kitab-kitab terdahulu. Beriman kepada hal-hal di atas hukumnya wajib dan seorang hamba tidak menjadi orang yang beriman kecuali dengannya, yaitu beriman secara menyeluruh dalam perkara yang perinciannya tidak sampai kepadanya, dan secara rinci dalam perkara yang perinciannya sudah sampai kepadanya. Maka barangsiapa beriman dengan keimanan ini, dia telah mengikuti petunjuk dan sukses.[1]
2. TILAWAH (QIRA’ATUL QUR’AN)
Sesungguhnya membaca al-Qur’ân merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung. Banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits shahîh yang menunjukkan hal ini. Namun sayang, banyak umat Islam di zaman ini yang lalai dengan ibadah ini, baik karena sibuk dengan urusan dunia, karena lupa, atau lainnya. Ketika seseorang mendapatkan kiriman surat dari saudaranya, kawannya, keluarganya, atau kekasihnya, dia akan bersegera membukanya karena ingin mengetahui isinya. Namun, bagaimana bisa seorang Muslim tidak tergerak untuk membaca surat-surat al-Qur’ân yang datang dari penciptanya, padahal surat-surat al-Qur'ân itu semata-mata untuk kebaikannya?Sebagian orang membaca al-Qur’ân, tetapi dengan tergesa-gesa atau dengan cara yang cepat, seolah-olah sedang diburu musuh! Padahal Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan kita agar membaca al-Qur’ân dengan tartîl (perlahan-lahan). Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
Dan bacalah al-Qur`ân itu dengan perlahan-lahan. [al-Muzammil/73:4]Selain itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendorong umatnya untuk giat membaca al-Qur’ân dan menerangkan besarnya pahalanya. Maka, siapakah yang akan menyambutnya? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ
وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ
أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka dia mendapatkan
satu kebaikan dengannya. Dan satu kebaikan itu (dibalas) sepuluh
lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lâm mîm satu huruf. Tetapi alif satu
huruf, lâm satu huruf, dan mîm satu huruf.” [2] Mungkin banyak di antara kita telah mengetahui pahala membaca al-Qur’ân ini. Namun, siapa di antara kita yang selalu berusaha mengamalkannya? Karena tujuan belajar, bukan hanya untuk pengetahuan saja, akan tetapi tujuannya yang tertinggi adalah untuk diamalkan.
Demikian juga dianjurkan untuk membaca al-Qur’ân dengan berjama’ah, yaitu satu orang membaca sedangkan yang lain mendengarkan, sebagaimana kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ
اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ
السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ
وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
Tidaklah ada sekelompok orang yang berkumpul di dalam satu rumah di
antara rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan belajar bersama
di antara mereka, melainkan ketenangan turun kepada mereka, rahmat
meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut
mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya”. [3] 3. MEMPELAJARI DAN TADABBBUR (MEMPERHATIKAN)
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menurunkan al-Qur’ân antara lain dengan hikmah agar manusia memperhatikan ayat-ayatnya, menyimpulkan ilmunya, dan merenungkan rahasianya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang penuh dengan berkah, Kami turunkan kepadamu
supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran. [Shâd/38:29]Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata: “Ini menunjukkan bahwa seukuran fikiran dan akal seseorang, dia akan medapatkan pelajaran dan manfaat dengan kitab (al-Qur’ân) ini”.[4]
Bahkan Allah Azza wa Jalla menantang orang-orang kafir untuk mencari-cari kesalahan al-Qur’ân, jika mereka meragukan bahwa al-Qur’ân datang dari sisi Allah Azza wa Jalla !
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Maka, apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur`ân? kalau kiranya
al-Qur`ân itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya. [an-Nisâ’/4:82]Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa sebaik-baik orang dari umat ini adalah orang yang mempelajari al-Qur’ân dan mengajarkannya. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits di bawah ini:
عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ
وَعَلَّمَهُ
Dari Utsman, Nabi bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’ân dan mengajarkannya”.[5] Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “Ini adalah sifat orang-orang Mukmin yang mengikuti para Rasul. Mereka adalah orang-orang yang sempurna pada diri mereka dan menyempurnakan orang lain. Dan itu menggabungkan kebaikan untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Ini kebalikan sifat orang-orang kafir yang banyak berbuat kezhaliman. Mereka tidak memberikan manfaat kepada orang lain dan tidak membiarkan orang lain mendapatkan manfaat. Mereka melarang manusia mengikuti al-Qur’ân dan mereka sendiri mendustakan dan menjauhinya.”[6]
4. ITTIBA’ (MENGIKUTI)
Setiap orang sangat membutuhkan rahmat Allah Azza wa Jalla . Namun, apa sarana untuk meraih rahmat-Nya? Mengikuti al-Qur’ân itulah cara mendapatkan rahmat Allah Azza wa Jalla , sebagaimana firman-Nya:
وَهَٰذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan al-Qur`ân itu adalah kitab yang Kami turunkan, yang diberkati, maka
ikutilah ia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat. [al-An’âm/6:155]Allah Azza wa Jalla telah menjanjikan kebaikan yang besar bagi orang yang mengikuti kitab-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
Allah berfirman: "Jika datang kepada kamu petunjuk dari-Ku, maka
barangsiapa mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka. [Thâha/20: 123]Sebaliknya, Allah Azza wa Jalla juga memberi ancaman berat bagi orang yang berpaling dari kitab-Nya:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ
وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ
وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ
يُؤْمِنْ بِآيَاتِ رَبِّهِ ۚ وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَىٰ
Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat
dalam keadaan buta". Ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah
seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang
kepadamu ayat-ayat Kami, namun kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada
hari ini kamupun dilupakan". Dan demikianlah Kami membalas orang yang
melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat rabbnya. Sesungguhnya
azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.[Thâha/20:124-127]5. BERHUKUM DENGAN AL-QUR’AN
Sesungguhnya kewajiban pemimpin umat adalah menghukumi rakyat dengan hukum Allah Azza wa Jalla , yaitu berdasarkan al-Qur’ân dan Sunnah. Dan kewajiban rakyat adalah berhukum kepada hukum Allah Azza wa Jalla . Oleh karena itulah Allah Azza wa Jalla mencela dengan keras orang-orang yang ingin berhakim kepada thâghût (hukum yang bertentangan dengan hukum Allah). Allah Azza wa Jalla berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا
أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ
يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ
وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah
beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang
diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thâghût, padahal
mereka telah diperintah mengingkari thâghût itu, dan setan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
[an-Nisâ’/4:60]Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ
الْكِتَابَ مُفَصَّلًا ۚ وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ
أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ
الْمُمْتَرِينَ
Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah
yang telah menurunkan kitab (al-Qur'ân) kepada kamu dengan terperinci.
Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka
mengetahui bahwa al-Qur'ân itu diturunkan dari Rabbmu dengan sebenarnya.
Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.
[al-An’âm/6:114] Allah juga berfirman:
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا ۚ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur'ân), sebagai kalimat yang benar
dan adil. Tidak ada yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah
yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. [al-An’âm/6:115]Firman Allah ”yang benar”, yaitu di dalam berita-beritanya, ” dan adil”, yaitu di dalam hukum-hukumnya. Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi oang-orang yang yakin?
[al-Mâidah/5:50] 6. MEYAKINI AL-QUR’AN SEBAGAI SATU-SATUNYA PEDOMAN
Allah Azza wa Jalla yang menurunkan kitab al-Qur’ân, memiliki sifat-sifat sempurna. Oleh karena itu, kitab suci-Nya juga sempurna, sehingga cukup di jadikan sebagai pedoman untuk meraih kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat. Demikian juga al-Qur’ân cukup sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai utusan Allah Azza wa Jalla kepada seluruh manusia dan jin. Allah Azza wa Jalla berfirman:
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ
عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَرَحْمَةً وَذِكْرَىٰ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ
Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan
kepadamu al-kitab (al –Qur`ân) sedang ia (al-Qur'ân) dibacakan kepada
mereka? Sesungguhnya dalam (al-Qur`ân) itu terdapat rahmat yang besar
dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. [al-‘Ankabût/29: 51]Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Tidakkah mencukupi bagi mereka sebuah ayat (tanda kebenaran) bahwa Kami telah menurunkan kepadamu (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) sebuah kitab yang agung, yang di dalamnya terdapat berita orang-orang sebelum mereka, berita orang-orang setelah mereka, dan hukum apa yang ada di antara mereka, padahal engkau adalah seorang laki-laki yang ummi (buta huruf), tidak dapat membaca dan menulis, juga tidak pernah bergaul dengan seorang pun dari ahli kitab, kemudian engkau datang kepada mereka dengan membawa berita-berita yang ada di dalam lembaran-lembaran suci zaman dahulu, dengan menjelaskan kebenaran dari apa yang mereka perselisihkan padanya, dan dengan membawa kebenaran yang nyata, gamblang, dan terang?.” [7]
Karena wahyu Allah Azza wa Jalla sudah mencukupi sebagai pedoman, maka Allah Azza wa Jalla melarang manusia mengikuti pemimpin-pemimpin yang bertentangan dengan wahyu-Nya, Dia berfirman:
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari rabbmu dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil
pelajaran (daripadanya). [al-A’râf/7:3]Oleh karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur dengan keras kepada Umar bin al-Khaththâb Radhiyallahu anhu , ketika dia datang membawa naskah kitab Taurat dan membacanya di hadapan beliau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ بَدَا لَكُمْ مُوسَى
فَاتَّبَعْتُمُوهُ وَتَرَكْتُمُوْنِيْ لَضَلَلْتُمْ عَنْ سَوَاءِ
السَّبِيلِ وَلَوْ كَانَ حَيًّا وَأَدْرَكَ نُبُوَّتِي لاَ تَّبَعَنِيْ
Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya. Seandainya Musa muncul kepada
kamu, lalu kamu mengikutinya, dan kamu meninggalkan aku, sungguh kamu
tersesat dari jalan yang lurus. Seandainya Musa hidup dan mendapati
kenabianku, dia pasti mengikuti aku. [HR. Ad-Dârimi, no. 435; semakna
dengan hadits ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, al-Baihaqi, dan Ibnu Abi
‘Ashim. Syaikh al-Albâni menghasankannya di dalam Irwâ`ul Ghalîl, no.
1589]Inilah di antara adab-adab orang beriman terhadap kitab suci al-Qur'ân. Semoga Allah Azza wa Jalla selalu membimbing kita untuk meraih ilmu yang bermanfaat dan mampu mengamalkannya. Al-hamdulillâhi rabbil ‘âlamîn.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Ustadz Abu Isma'il Muslim al-Atsari
Sumber
_______
Footnote
[1]. Lihat Tafsir Taisîr Karîmir Rahmân, surat an-Nisâ’ ayat 136, karya Syaikh `Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di
[2]. HR. Tirmidzi no: 2910, dari `Abdullâh bin Mas’ûd. Dishahîhkan Syaikh Sâlim al-Hilâli dalam Bahjatun Nâzhirîn 2/229
[3]. HR. Muslim no: 2699; Abu Dâwud no: 3643; Tirmidzi no: 2646; Ibnu Mâjah no: 225; dan lainnya.
[4]. Tafsir Taisîr Karîmir Rahmân, surat Shâd ayat 29, karya Syaikh `Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa’di
[5]. HR. Bukhâri, no. 5027; Abu Dâwud, no. 1452; Tirmidzi, no. 2907; dll. Lihat 205.
[6]. Kitab Fadhâilul-Qur’ân, hlm. 206, karya Imam Ibnu Katsîr, dengan penelitian dan takrîj hadits Syaikh Abu Ishâk al-Huwaini, penerbit. Maktabah Ibnu Taimiyah, Kairo.
[7]. Tafsir Ibnu Katsîr, surat al-‘Ankabût/29:51
0 komentar:
Posting Komentar